Senin, 07 September 2015

Journey to The Top of Java


6 agustus 2015

Pertama kali punya niatan untuk bisa berkunjung ke gunung Semeru yaitu diakhir kuliah semester 4. Sebenarnya aku belum pernah naik gunung haha, tapi waktu pertama kali dengar ajakan temanku entah bagaimana otakku bereaksi dan berkeinginan bisa sampai di gunung Semeru. Sebelumnya film “5 cm” yang bercerita tentang persahabatan yang mengambil latar di gunung semeru sempat populer, tapi aku tidak pernah menontonnya. Ketertarikan dan keinginanku untuk bisa mendaki semeru semakin menggebu setelah menonton film itu.
Setelah dapat ijin orang tua, aku olahraga rutin selama 2 minggu, olahraga ini perlu buat melatih dan menjaga stamina sebelum mendaki apalagi buat aku yang belum punya pengalaman mendaki ehheehe semoga ga merepotkan orang lain.
Kami berempat (Aku, Leti, Farid, Masde) berangkat tanggal 28 Juli 2015 dengan kereta, dan naik menuju titik pendakian menggunakan Jeep yang kita sewa ramai-ramai. Pemandangan saat menuju ke atas baguus banget, udaranya sejuk, kita juga bisa lihat gunung Bromo di bagian kiri jalan. Rasanya setiap hal kecil jadi begitu sensitif dan sangat menyenangkan untuk dinikmati dalam perjalanan ini, mungkin karena aku sangat bersemangat.
Beskem untuk pendakian gunung Semeru namanya Ranu Pane, sesuai namanya ada danau disana. Kami mendaftar, mendapat pengarahan, dan dilakukan pengecekan dahulu sebelum diperbolehkan mendaki. Selesai persiapan kami mulai pendakian, wahh aku tidak pernah terbayang seperti apa rasanya mendaki gunung. Baru mulai tanjakan kecil dan napasku sudah mulai ngosngosan hehe harap maklum yaa. Tapi ternyata setelah tanjakan itu, jalan setapak yang kami lewati ternyata sudah di paving dan mudah dilewati. Di jalur pendakian ini juga ternyata banyak pedagang loh, mereka jualan jajanan, ada buah-buah juga, aku paling suka beli semangakanya hehe.
Kurasa karena aku adalah amatir dalam pendakian ini, pergerakanku lambat dan begitu pula grupku hhaha mereka sabar sekali menemani amatiran sepertiku. Banyak hal baru yang aku temukan saat mendaki, sesama pendaki ramah dan sering sekali memberi semangat saat mereka berpapasan, rasanya ramai sekali di gunung itu.
Matahari mulai meluncur ke arah barat, semburat merah jingga mulai menghiasi langit, gelap mulai datang, rembulan mulai bersinar malu-malu, dan aku menikmatinya dari balik pohon-pohon yang tumbuh tinggi menjulang menuju angkasa. Aku cukup sensitif saat sedang menikmati pemandangan, rasanya seperti ada sensasi menenangkan untuk diriku sendiri. Hari sudah malam saat kami sampai di Ranu Kumbolo, heyy heyy heloo Ainun is commiiing!
Kami mendirikan tenda di dekat Ranu Kumbolo, dan ternyata sudah ramai sekali disana, ada ratusan tenda sudah berdiri tegak. Ada beberapa aturan saat pendakian, yaitu mendirikan tenda hanya boleh di dua tempat. Tempat pertama di Ranu Kumbolo dan yang kedua adalah di kalimati, yang merupakan pos sebelum pendakian menuju puncak Mahameru. Hari pertama kami tidur di Ranu Kumbolo, udaranya dan airnya dingin sekali disana, aku benar-benar susah tidur malam itu. Disini ternyata sudah disediakan wc kering untuk para pendaki guys, warbyasah yaah.
...................................
Fajar tiba, matahari mulai terbit, tidurku harus disudahi. Keluar dari tenda ternyataaa wah cahaya matahari sudah mulai mengintip di balik dua bukit di seberang danau. Cahaya matahari yang mengenai rerumputan terlihat berwarna kuning keemasan, bunga-bunga es di atas tenda dan dimanapun juga terlihat berkilau, dari atas bukit terlihat jelas kabut bergerak perlahan turun menuju permukaan danau.
Kami melanjutkan perjalanan menuju Kalimati, tapi pertama-tama kita harus melewati tanjakan yang cukup melelahkan, namanya Tanjakan Cinta. Silahkan cari tau sendiri apa itu ya. Tanjakan ini cukup menguras tenagaku, tapi dibalik bukit itu sudah disuguhkan padang yang luasss, namanya Oro-oro Ombo, kalau sedang musim hujan disini banyak sekali bunganya. Tapi saat itu sedang musim kemarau jadi yang bisa kutemukan hanya rerumputan tinggi yang lebat. Melewati kawasan yang gersang dan terbuka sungguh panas sekali, jadi aku dan lainnya berbegas menuju hutan di depan kami namanya Cemoro Kandang, dan heyyy ada yang jualan semangka lagi di sana ahhaha.
Ditengah perjalanan yang mendaki dan melelahkan (khususnya untukku, aku tidak yakin 3 temanku lelah atau tidak wkwk) kami tidur siang ditengah hutan, beberapa pendaki lain juga. Saat mendekati Kalimati aku dan Leti berlarian kearah padang terbuka. Untukku perjalanan ini benar-benar baru dan sangat menyenangkan. Here you are, Kalimati. Disini kami mendirikan tenda dan menunggu tengah malam untuk mendaki keatas puncak Mahameru.
......................................................
Kami bangun dari istirahat kami jam 22.00 dengan keadaan perut sudah terisi kenyang dan mulai bersiap-siap dan membawa perbekalan secukupnya ke dalam tas masing-masing. Aku pun juga sudah melakukan persiapan kecil untuk diriku sendiri dengan memakai baju berlapis 4 (menghindari kedinginan di puncak mahameru). Beberapa pendaki lain sudah mulai pendakian sejak pukul 23.00 dan bahkan adapula pendaki yang entah sejak kapan mereka mulai pendakian, tapi saat itu dari kejauhan sudah ada terlihat cahaya senter samar-samar di punggung gunung. Gila sekali mereka, mungkin mereka sangat mengidamkan melihat sun rise di atas puncak tertinggi pulau jawa ini.
Mungkin ada yang belum mengerti mengapa pendakian mahameru dilakukan tengah malam begini, perlu diingat lagi bahwa gunung semeru adalah gunung yang aktif, maka perutnya masih aktif mengeluarkan isi perutnya, terutama awan panas yang membawa gas-gas berbahya dengan jam keluar tidak menentu, dan diperkirakan mulai keluar pukul 10.00 pagi jadi kami harus sampai dan sudah turun dari sana sebelum jam 10 pagi, juga bahwa pernah menyemburkan isi perutnya yang menewaskan dua orang ilmuan, maka dari itu kita tidak diperbolehkan untuk mendekati bagian bibir kawah mahameru.
Tanah mulai berganti kerikil, pepohonan kembali merapat, mulai terlihat bunga edelweis di dalam gelap yang banyak tumbuh di kaki gunung, dan jalur yang dilalui semakin penuh debu, dan beberapa pohon tumbang karena longsor. Sebenarnya untuk pendakian mahameru titik terakhir mendirikan tenda adalah di Arcopodo, tempat yang lebih dekat dibandingkan kalimati, tapi beberapa tahun waktu lalu terjadi longsor yang membuat jalur rusak parah jadii pendaki yang ingin naik ke puncak mahameru menjadikan kalimati sebagai tempat istirahat sebelum mendaki dan disediakan jalur lain untuk mendaki. Cukup lama mendaki diantara pepohonan yang dipenuhi debu dan saling salip antara pendaki lainnya, akhirnya kami sampai ditempat terbuka dimana sudah tidak ada lagi pepohonan yang tumbuh disana. Pasir, kerikil, batu, itu saja yang ada disana, lapang, jauh, terjal dan tak ada pijakan yang pasti, aku ingat ada pendaki yang kemarin malam bilang kalau gunung ini memiliki kemiringan 90 derajat sangking terjalnya jalur pendakiannya.
Ini dia medan tempur yang sesungguhnya, sebenarnya aku tidak ingin bersusah payah memanjat punggung mahameru hanya untuk melihat sun rise dari dekat, hanya untuk menapakkan kaki di puncak tertinggi pulau jawa. rasanya aku ingin mengeluarkan seribu alasan, seperti ada badai yang membuat kita tidak bisa mendaki, ada kabut tebal yang menutupi, atau mungkin aku sakit saja jadi tidak perlu ikut ketiga temanku mendaki, apa saja yang penting aku tidak harus mendaki dan membahayakan nyawaku, mencakar-cakar pasir dan kerikil yang tidak dapat menjadi pegangan. Sebenarnya aku memulai pendakian mahameru ini dengan rasa takut, mungkin aku jadi sedikit paranoit setelah menonton sebuah film yang menceritakan pendakian mahameru yang menunjukkan aku bisa kapan saja terkena sebuah batu besar yang menggelinding dari atas, dan ditambahkan cerita pengelola TN bahwa ada pendaki yang terkena batu seukuran carrier 80 kg, atau cerita bahwa ada pendaki yang tersesat di titik Blank 75, ditambah lagi ada papan yang menuliskan nama-nama pendaki yang telah gugur disepanjang jalur pendakian.  Sekian banyak kali aku memikirkan kemungkinan aku tidak harus mendaki kepuncak namun hal itu tetap terjadi, rasanya seperti saat aku akan latihan water trap, aku tidak menginginkannya namun harus tetap dijalani dan ketika itu semua sudah berakhir aku merasa senang dan lega.

Melanjutkan perjuanganku yang seperti semut kecil sedang berjalan perlahan sambil menggelitik punggung mahameru, jalur terjal yang semakin dipenuhi pendaki lain, malam gelap yang dihadiri sinar kecil dari berpuluh-puluh cahaya senter para pendaki yang berjalan dalam satu garis mengular membuatnya terlihat seperti landasan pacu pesawat terbang untukku. Tak terhitung berapa kali kami beristirahat, berusaha memperbaiki napas yang sudah tidak karuan iramanya, mengeluarkan bekal air minum yang kami bawa, menancapkan kaki kecilku diantara kerikil yang semakin keatas semakin halus dan sulit dipijak, menirukan gaya pendaki lain yang sudah kelihatan putus asa berusaha naik dengan merangkak cepat seperti orang gila, memperhatikan batu-batu yang mungkin meluncur dari atas, tidak ada lagi pendaki yang saling menyapa ramah seperti pendakian santai sebelumnya, lelah.
Bahkan kurasa kami baru akan mencapai  2/3 dari pendakian dan perutku sudah berteriak kelaparan yang membuat semangatku sedikit rusak dengan rasa yang mengganggu ini. Memaksakan tenaga dan semangat yang tersisa aku terus naik sampai pada 1/3 terakhir pendakian, baiklah kali ini tidak terasa matahari diam-diam hendak mendahului langkah kecilku menuju puncak mahameru. Tak mengapalah aku istirahat dan menikmati suasana hangat saat matahari terbit, secara perlahan memberikan semburat terang warna oranye dan kuning terang dilangit yang jauh sana, dan mulai kelihatan pula awan-awan menggumpal, dan puncak gunung lainnya dari tempat kami duduk. Sempat rasanya aku ingin menyerah untuk mencapai puncak, karena sudah terbit pula matahari saat aku baru setengah jalan, lelah pula rasanya kaki melangkah, aku mau menunggu yang lain dibawah saja rasanya jadi tidak usah susah payah sampai di atas. Namun malu mengalahkan lelahku, yang benar saja mana mungkin aku bisa menyerah kalau saat aku melihat kembali kebawah ternyata masi banyak pendaki yang masi baru keluar dari hutan-hutan, memasuki daerah yang berpasir dan mereka tetap semangat untuk mencapai puncak mahameru. Kemudian dengan semua kelelahan, jatuh bangun dan kecemasan aku dan kawan-kawan berhasil sampai di sana, di tanah tertinggi pulau jawa, di pucuk, ditempat yang kata orang-orang rumah para dewa, dipuncak impianku. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah, belum habis lelahku untuk menikmati keindahan dari atas sana, bukit dan awan yang menggumpal dibawahku, perjuangan. Pukul 08.00 hari jumat, 31 juli 2015 kami berhasil menapakkan kaki kecil kami, kaki kecilku, dengan langkah gontaiku yang tadi saat mendaki pada entah langkah keberapa ribu sudah mulai gemetar dan rasa tidak kuat menopang tubuh. SAMPAI JUGA CUYYYYYY aku cuyyyyy !

Momen yang paling tertempel diotakku adalah timbunan pasir, batu dan kerikil kini berubah mendatar, sejauh mata memandang disuguhi dengan langit biru, awan putih yang bergumpal-gumpal dan beberapa puncak gunung lain. Sinar matahari tanpa basa-basi menyilaukan pandangan dan  langsung mengenai tubuh kami membantu menghilangkan rasa dingin, ditambah dengan suara gemuruh dari perut gunung semeru yang memenuhi langit saat dia terbatuk-batuk menyempurnakan rasa kagumku. Setelah menghabiskan kurang lebih satu jam di puncak sana sambil berfoto-foto ria, dan ditambah dengan seringnya aktifitas gunung yang mengeluarkan awannya yang semakin berwarna kecoklatan lengkap dengan pasir-pasir kecil yang menghujani ketika melewati kami, yang juga merupakan pertanda pendaki harus sudah mulai meninggalkan puncak karena sebentar lagi jam 10, maka kami juga mulai beranjak turun jam 9.
........................................................
Mimpi ini sebenarnya sejak pertama kali kumulai melangkah di kaki gunung semeru semangatku untuk sampai di puncak tertinggi sudah menghilang digantikan dengan rasa cemas yang membayangiku, tapi dengan satu alasan saja aku tetap maju, wes kadung! (alias sudah terlanjur) Sudah terlalu jauh untuk kembali. Lalu aku benar-benar menyadari bahwa menggapai mimpimu yang ada di depan mata memang tidak semudah apa yang dilihat orang, terjadi perang batin di dalam diri sendiri, ada masanya dimana dirimu sendirilah yang menolak paling keras disaat hanya tinggal selangkah lagi mimpimu kau genggam. Lalu aku ingat sepenggal kata “your heart always know the truth. It’s the mind that likes to play tricks on you” – Diana Rikasari. Jadi ketika kau merasakan keraguan yang menggumu meraih impian, tariklah napas dalam-dalam, tutup matamu, tenangkan dirimu dan renungkan kembali mimpi gila yang sudah kau nanti-nantikan, adakah kau akan menyia-nyiakan kesempatan yang mungkin akan hanya datang sekali seumur hidup?