6 agustus 2015
Pertama
kali punya niatan untuk bisa berkunjung ke gunung Semeru yaitu diakhir kuliah
semester 4. Sebenarnya aku belum pernah naik gunung haha, tapi waktu pertama
kali dengar ajakan temanku entah bagaimana otakku bereaksi dan berkeinginan
bisa sampai di gunung Semeru. Sebelumnya film “5 cm” yang bercerita tentang
persahabatan yang mengambil latar di gunung semeru sempat populer, tapi aku
tidak pernah menontonnya. Ketertarikan dan keinginanku untuk bisa mendaki
semeru semakin menggebu setelah menonton film itu.
Setelah
dapat ijin orang tua, aku olahraga rutin selama 2 minggu, olahraga ini perlu
buat melatih dan menjaga stamina sebelum mendaki apalagi buat aku yang belum
punya pengalaman mendaki ehheehe semoga ga merepotkan orang lain.
Kami
berempat (Aku, Leti, Farid, Masde) berangkat tanggal 28 Juli 2015 dengan
kereta, dan naik menuju titik pendakian menggunakan Jeep yang kita sewa
ramai-ramai. Pemandangan saat menuju ke atas baguus banget, udaranya sejuk,
kita juga bisa lihat gunung Bromo di bagian kiri jalan. Rasanya setiap hal
kecil jadi begitu sensitif dan sangat menyenangkan untuk dinikmati dalam
perjalanan ini, mungkin karena aku sangat bersemangat.
Beskem
untuk pendakian gunung Semeru namanya Ranu Pane, sesuai namanya ada danau
disana. Kami mendaftar, mendapat pengarahan, dan dilakukan pengecekan dahulu
sebelum diperbolehkan mendaki. Selesai persiapan kami mulai pendakian, wahh aku
tidak pernah terbayang seperti apa rasanya mendaki gunung. Baru mulai tanjakan
kecil dan napasku sudah mulai ngosngosan
hehe harap maklum yaa. Tapi ternyata setelah tanjakan itu, jalan setapak yang
kami lewati ternyata sudah di paving
dan mudah dilewati. Di jalur pendakian ini juga ternyata banyak pedagang loh,
mereka jualan jajanan, ada buah-buah juga, aku paling suka beli semangakanya
hehe.
Kurasa
karena aku adalah amatir dalam pendakian ini, pergerakanku lambat dan begitu
pula grupku hhaha mereka sabar sekali menemani amatiran sepertiku. Banyak hal
baru yang aku temukan saat mendaki, sesama pendaki ramah dan sering sekali
memberi semangat saat mereka berpapasan, rasanya ramai sekali di gunung itu.
Matahari
mulai meluncur ke arah barat, semburat merah jingga mulai menghiasi langit,
gelap mulai datang, rembulan mulai bersinar malu-malu, dan aku menikmatinya
dari balik pohon-pohon yang tumbuh tinggi menjulang menuju angkasa. Aku cukup
sensitif saat sedang menikmati pemandangan, rasanya seperti ada sensasi
menenangkan untuk diriku sendiri. Hari sudah malam saat kami sampai di Ranu
Kumbolo, heyy heyy heloo Ainun is commiiing!
Kami
mendirikan tenda di dekat Ranu Kumbolo, dan ternyata sudah ramai sekali disana,
ada ratusan tenda sudah berdiri tegak. Ada beberapa aturan saat pendakian,
yaitu mendirikan tenda hanya boleh di dua tempat. Tempat pertama di Ranu
Kumbolo dan yang kedua adalah di kalimati, yang merupakan pos sebelum pendakian
menuju puncak Mahameru. Hari pertama kami tidur di Ranu Kumbolo, udaranya dan
airnya dingin sekali disana, aku benar-benar susah tidur malam itu. Disini ternyata
sudah disediakan wc kering untuk para pendaki guys, warbyasah yaah.
...................................
Fajar
tiba, matahari mulai terbit, tidurku harus disudahi. Keluar dari tenda
ternyataaa wah cahaya matahari sudah mulai mengintip di balik dua bukit di seberang
danau. Cahaya matahari yang mengenai rerumputan terlihat berwarna kuning
keemasan, bunga-bunga es di atas tenda dan dimanapun juga terlihat berkilau,
dari atas bukit terlihat jelas kabut bergerak perlahan turun menuju permukaan
danau.
Kami
melanjutkan perjalanan menuju Kalimati, tapi pertama-tama kita harus melewati
tanjakan yang cukup melelahkan, namanya Tanjakan Cinta. Silahkan cari tau
sendiri apa itu ya. Tanjakan ini cukup menguras tenagaku, tapi dibalik bukit
itu sudah disuguhkan padang yang luasss, namanya Oro-oro Ombo, kalau sedang
musim hujan disini banyak sekali bunganya. Tapi saat itu sedang musim kemarau
jadi yang bisa kutemukan hanya rerumputan tinggi yang lebat. Melewati kawasan
yang gersang dan terbuka sungguh panas sekali, jadi aku dan lainnya berbegas
menuju hutan di depan kami namanya Cemoro Kandang, dan heyyy ada yang jualan
semangka lagi di sana ahhaha.
Ditengah
perjalanan yang mendaki dan melelahkan (khususnya untukku, aku tidak yakin 3
temanku lelah atau tidak wkwk) kami tidur siang ditengah hutan, beberapa
pendaki lain juga. Saat mendekati Kalimati aku dan Leti berlarian kearah padang
terbuka. Untukku perjalanan ini benar-benar baru dan sangat menyenangkan. Here you are, Kalimati. Disini kami
mendirikan tenda dan menunggu tengah malam untuk mendaki keatas puncak
Mahameru.
......................................................
Kami
bangun dari istirahat kami jam 22.00 dengan keadaan perut sudah terisi kenyang dan
mulai bersiap-siap dan membawa perbekalan secukupnya ke dalam tas
masing-masing. Aku pun juga sudah melakukan persiapan kecil untuk diriku
sendiri dengan memakai baju berlapis 4 (menghindari kedinginan di puncak
mahameru). Beberapa pendaki lain sudah mulai pendakian sejak pukul 23.00 dan
bahkan adapula pendaki yang entah sejak kapan mereka mulai pendakian, tapi saat
itu dari kejauhan sudah ada terlihat cahaya senter samar-samar di punggung
gunung. Gila sekali mereka, mungkin mereka sangat mengidamkan melihat sun rise di atas puncak tertinggi pulau
jawa ini.
Mungkin
ada yang belum mengerti mengapa pendakian mahameru dilakukan tengah malam
begini, perlu diingat lagi bahwa gunung semeru adalah gunung yang aktif, maka
perutnya masih aktif mengeluarkan isi perutnya, terutama awan panas yang
membawa gas-gas berbahya dengan jam keluar tidak menentu, dan diperkirakan
mulai keluar pukul 10.00 pagi jadi kami harus sampai dan sudah turun dari sana sebelum
jam 10 pagi, juga bahwa pernah menyemburkan isi perutnya yang menewaskan dua
orang ilmuan, maka dari itu kita tidak diperbolehkan untuk mendekati bagian
bibir kawah mahameru.
Tanah
mulai berganti kerikil, pepohonan kembali merapat, mulai terlihat bunga
edelweis di dalam gelap yang banyak tumbuh di kaki gunung, dan jalur yang
dilalui semakin penuh debu, dan beberapa pohon tumbang karena longsor.
Sebenarnya untuk pendakian mahameru titik terakhir mendirikan tenda adalah di
Arcopodo, tempat yang lebih dekat dibandingkan kalimati, tapi beberapa tahun
waktu lalu terjadi longsor yang membuat jalur rusak parah jadii pendaki yang
ingin naik ke puncak mahameru menjadikan kalimati sebagai tempat istirahat
sebelum mendaki dan disediakan jalur lain untuk mendaki. Cukup lama mendaki
diantara pepohonan yang dipenuhi debu dan saling salip antara pendaki lainnya,
akhirnya kami sampai ditempat terbuka dimana sudah tidak ada lagi pepohonan
yang tumbuh disana. Pasir, kerikil, batu, itu saja yang ada disana, lapang,
jauh, terjal dan tak ada pijakan yang pasti, aku ingat ada pendaki yang kemarin
malam bilang kalau gunung ini memiliki kemiringan 90 derajat sangking terjalnya
jalur pendakiannya.
Ini
dia medan tempur yang sesungguhnya, sebenarnya aku tidak ingin bersusah payah
memanjat punggung mahameru hanya untuk melihat sun rise dari dekat, hanya untuk
menapakkan kaki di puncak tertinggi pulau jawa. rasanya aku ingin mengeluarkan
seribu alasan, seperti ada badai yang membuat kita tidak bisa mendaki, ada
kabut tebal yang menutupi, atau mungkin aku sakit saja jadi tidak perlu ikut
ketiga temanku mendaki, apa saja yang penting aku tidak harus mendaki dan
membahayakan nyawaku, mencakar-cakar pasir dan kerikil yang tidak dapat menjadi
pegangan. Sebenarnya aku memulai pendakian mahameru ini dengan rasa takut,
mungkin aku jadi sedikit paranoit setelah menonton sebuah film yang
menceritakan pendakian mahameru yang menunjukkan aku bisa kapan saja terkena
sebuah batu besar yang menggelinding dari atas, dan ditambahkan cerita
pengelola TN bahwa ada pendaki yang terkena batu seukuran carrier 80 kg, atau
cerita bahwa ada pendaki yang tersesat di titik Blank 75, ditambah lagi ada
papan yang menuliskan nama-nama pendaki yang telah gugur disepanjang jalur
pendakian. Sekian banyak kali aku memikirkan kemungkinan aku tidak harus
mendaki kepuncak namun hal itu tetap terjadi, rasanya seperti saat aku akan
latihan water trap, aku tidak
menginginkannya namun harus tetap dijalani dan ketika itu semua sudah berakhir
aku merasa senang dan lega.
Melanjutkan
perjuanganku yang seperti semut kecil sedang berjalan perlahan sambil
menggelitik punggung mahameru, jalur terjal yang semakin dipenuhi pendaki lain,
malam gelap yang dihadiri sinar kecil dari berpuluh-puluh cahaya senter para
pendaki yang berjalan dalam satu garis mengular membuatnya terlihat seperti
landasan pacu pesawat terbang untukku. Tak terhitung berapa kali kami
beristirahat, berusaha memperbaiki napas yang sudah tidak karuan iramanya,
mengeluarkan bekal air minum yang kami bawa, menancapkan kaki kecilku diantara
kerikil yang semakin keatas semakin halus dan sulit dipijak, menirukan gaya
pendaki lain yang sudah kelihatan putus asa berusaha naik dengan merangkak
cepat seperti orang gila, memperhatikan batu-batu yang mungkin meluncur dari
atas, tidak ada lagi pendaki yang saling menyapa ramah seperti pendakian santai
sebelumnya, lelah.
Bahkan
kurasa kami baru akan mencapai 2/3 dari pendakian dan perutku sudah
berteriak kelaparan yang membuat semangatku sedikit rusak dengan rasa yang
mengganggu ini. Memaksakan tenaga dan semangat yang tersisa aku terus naik
sampai pada 1/3 terakhir pendakian, baiklah kali ini tidak terasa matahari
diam-diam hendak mendahului langkah kecilku menuju puncak mahameru. Tak
mengapalah aku istirahat dan menikmati suasana hangat saat matahari terbit,
secara perlahan memberikan semburat terang warna oranye dan kuning terang
dilangit yang jauh sana, dan mulai kelihatan pula awan-awan menggumpal, dan
puncak gunung lainnya dari tempat kami duduk. Sempat rasanya aku ingin menyerah
untuk mencapai puncak, karena sudah terbit pula matahari saat aku baru setengah
jalan, lelah pula rasanya kaki melangkah, aku mau menunggu yang lain dibawah
saja rasanya jadi tidak usah susah payah sampai di atas. Namun malu mengalahkan
lelahku, yang benar saja mana mungkin aku bisa menyerah kalau saat aku melihat
kembali kebawah ternyata masi banyak pendaki yang masi baru keluar dari
hutan-hutan, memasuki daerah yang berpasir dan mereka tetap semangat untuk
mencapai puncak mahameru. Kemudian dengan semua kelelahan, jatuh bangun dan
kecemasan aku dan kawan-kawan berhasil sampai di sana, di tanah tertinggi pulau
jawa, di pucuk, ditempat yang kata orang-orang rumah para dewa, dipuncak
impianku. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah, belum habis lelahku
untuk menikmati keindahan dari atas sana, bukit dan awan yang menggumpal
dibawahku, perjuangan. Pukul 08.00 hari jumat, 31 juli 2015 kami berhasil
menapakkan kaki kecil kami, kaki kecilku, dengan langkah gontaiku yang tadi
saat mendaki pada entah langkah keberapa ribu sudah mulai gemetar dan rasa
tidak kuat menopang tubuh. SAMPAI JUGA CUYYYYYY aku cuyyyyy !
Momen
yang paling tertempel diotakku adalah timbunan pasir, batu dan kerikil kini
berubah mendatar, sejauh mata memandang disuguhi dengan langit biru, awan putih
yang bergumpal-gumpal dan beberapa puncak gunung lain. Sinar matahari tanpa
basa-basi menyilaukan pandangan dan langsung mengenai tubuh kami membantu
menghilangkan rasa dingin, ditambah dengan suara gemuruh dari perut gunung
semeru yang memenuhi langit saat dia terbatuk-batuk menyempurnakan rasa
kagumku. Setelah menghabiskan kurang lebih satu jam di puncak sana sambil
berfoto-foto ria, dan ditambah dengan seringnya aktifitas gunung yang
mengeluarkan awannya yang semakin berwarna kecoklatan lengkap dengan
pasir-pasir kecil yang menghujani ketika melewati kami, yang juga merupakan
pertanda pendaki harus sudah mulai meninggalkan puncak karena sebentar lagi jam
10, maka kami juga mulai beranjak turun jam 9.
........................................................
Mimpi
ini sebenarnya sejak pertama kali kumulai melangkah di kaki gunung semeru
semangatku untuk sampai di puncak tertinggi sudah menghilang digantikan dengan
rasa cemas yang membayangiku, tapi dengan satu alasan saja aku tetap maju, wes
kadung! (alias sudah terlanjur) Sudah terlalu jauh untuk kembali. Lalu aku
benar-benar menyadari bahwa menggapai mimpimu yang ada di depan mata memang
tidak semudah apa yang dilihat orang, terjadi perang batin di dalam diri
sendiri, ada masanya dimana dirimu sendirilah yang menolak paling keras disaat
hanya tinggal selangkah lagi mimpimu kau genggam. Lalu aku ingat sepenggal kata
“your heart always know the truth. It’s
the mind that likes to play tricks on you” – Diana Rikasari. Jadi ketika
kau merasakan keraguan yang menggumu meraih impian, tariklah napas dalam-dalam,
tutup matamu, tenangkan dirimu dan renungkan kembali mimpi gila yang sudah kau
nanti-nantikan, adakah kau akan menyia-nyiakan kesempatan yang mungkin akan
hanya datang sekali seumur hidup?